Minggu, 31 Mei 2009

PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN

PENDIDIKAN UNTUK KEHIDUPAN
(Metode Pembelajaran Quantum)
Oleh : Iin Yuristin N.,S.Pd
Guru Fisika SMA Negeri I Patianrowo

Pada saat ini kita masih sering melihat sistem pembelaran yang masih konvensional. Ketika guru mengajar di kelas selalu menempatkan diri sebagai pusat perhatian siswa. Disamping itu adanya kesan bahwa kegiatan mengajar hanya sebagai alat untuk mengejar target kurikulum saja dan untuk mendapatkan nilai akademik siswa. Sementara itu anak menguasai materi atau tidak guru cenderung masah bodoh.
Pengajaran seringkali dilakukan guru hanya dengan menerangkan sambil membaca buku atau menulis di papan tulis, mendikte, mencongak, menanyakan soal kepada anak, dan memberikan ulangan harian sekalipun anak belum paham materi yang akan dites. Komposisi murid dalam kelas pun tak diperhatikan. Satu kelas bisa dijejali 30 sampai 50 murid yang duduk berbaris dari depan ke belakang tanpa memperhitungkan bahwa dengan begitu interaksi guru dan anak didik tidak akan merata. Anak didik sekadar menjadi obyek di hadapan guru, dan sebagai akibatnya anak jadi bersikap pasif. Dan anak yang didik dengan target seperti itu, tak akan mendapat gambaran mengenai kondisi kehidupan di masyarakat yang sebenarnya. Padahal, sejak masuk TK hingga lulus SMA, anak telah menghabiskan kurang lebih 15 ribu jam selama hidupnya, tapi dia tidak siap saat terjun ke masyarakat. Dalam pendidikan konvensional tidak diajarkan nilai-nilai yang bisa dipegang dan dianut, sehingga pada diri anak didik tidak terbentuk karakter yang baik. Selain itu anak didik juga tidak dibekali metode pemecahan masalah. Karena itu janganlah heran jika sekarang ini sering kita menemukan sarjana yang belum siap memasuki dunia kerja. (Nakita, 2004 : 20-21).
Dalam Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa, standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaksi, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (Peraturan Pemerintah Nomor 19, 2005 : Bab IV Pasal 19 ayat 1 ).
Melihat kenyataan diatas perlu kiranya kita mencari solusi pemecahan yang tepat untuk mengatasi permasalahan di atas. Pertanyaannya sistem pengajaran yang bagaimanakah yang dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia? Metode pengajaran yang bagaimanakah yang dapat dijadikan alternatif yang terbaik untuk anak didik kita?
Pada makalah ini penulis mencoba menerapkan sistem quantum teaching sebagai metode pembelajaran alternatif yang diharapkan bisa diterima oleh siswa sekaligus bisa meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia


Konsep Pendidikan Nonkonvensional

Berangkat dari banyaknya kekurangan sistem pendidikan konvensional, kini para pakar pendidikan dan berbagai kalangan yang tertarik dalam bidang ini mulai mensosialisasikan metode/sistem pendidikan alternatif yang jauh berbeda dengan sistem pendidikan konvensional. Konsep pendidikan nonkonvensional menerapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru sebagai fasilitator, observer dan desainer.

Guru menempatkan diri sebagai fasilitator ditengah-tengah anak didik yang diperbolehkan aktif mengemukakan pendapat. Dengan demikian, anak didik dapat menikmati pembelajarannya.
Guru juga bertuga s sebagai observer dan desainer. Dalam berbicara, guru selalu menggunakan kata “maaf, tolong, permisi, terima kasih”. Contoh, “Maaf, Haris, kalau kamu dipukul rasanya bagaimana? Sakit, kan? Nah, begitu juga teman kamu yang kamu pukul itu. Sekarang kamu harusnya bagaimana?”
Gurupun sangat menjaga kedekatan hubungan dengan anak-anak didiknya. Oleh karena itu guru harus sering berdiskusi dan berinteraksi dengan anak, sekalipun bukan mengenai pelajaran dan di luar jam pelajaran.

2. Pengajaran.

Menggunakan metode Active learning. Anak didik dibiasakan untuk mau berdialog, berbagi, dan berani mengungkapkan pendapat ataupun penemuannya, baik pada guru ataupun temannya. Sehingga mereka bisa memecahkan sebuah kasus atau permasalahan bersama-sama.

3. Memperhatikan Keunikan/kebutuhan anak didik.

Contoh, sebelum pelajaran dimulai diadakan dulu penawaran mata pelajaran kepaa anak-anak. Jika dalam satu hari terdapat 4 mata pelajaran, maka mereka bebas memilih pelajaran mana yang ingin dibahas dulu. Anak-anak yang mempunyai pilihan sama akan dikumpulkan dalam satu kelompok, sehingga semua anak pada hari itu bisa mempelajari semua mata pelajaran yang dijadwalkan.
Dari itu kita bisa melihat, bahwa sistem pendidikan alternatif sama sekali tidak memaksakan anak. Dengan begitu mereka belajar berdasarkan keinginan atau minatnya saat itu. Hasilnya, topik yang dipelajari akan lebih mudah diserap anak.
Selain itu, anak juga tak langsung dihadapkan pada materi pelajaran di kelas. Meareka sebelumnya diberi waktu bermain dan bereksplorasi di halaman sekolah atau istilahnya dilakukan zero mind. Bagaimanapun, hasrat anak bereksplorasi sangat besar. Jika hal itu idak dipuaskan atau disalurkan terlebih dahulu, bisa-bisa anak tak mampu tahan lama di kelas dan berkonsentrasi mengikuti pelajaran.

4. Ada sanksi.

Walaupun anak didik diberikan diberikan kebebasan seluasnya, orang tua tak perlu khawatir anaknya jadi kebal terhadap kepatuhan dan kedisiplinan. Sebab sekalipun terlihat bebas, sistem pendidikan alternatif juga menerapkan sanksi untuk anak didiknya. Bedanya dari yang konvensional, sanksi yang berlaku di sini dibuat atas kesepakatan bersama anak dengan guru. Ketika kesepakatan itu dilanggar, maka anak harus mau menanggung akibatnya.

5. Ciri fisik sekolah.

Memiliki halaman sekolah sebagai tempat bermain dan bereksplorasi yang memadai. Ada taman bunga, lapangan rumput dan lapangan tempat berolah raga.
Penataan interior kelas dibuat tidak kaku, tapi mengikuti kebutuhan interaksi guru-murid yang biasanya terdiri atas 2 guru dan 15-20 murid.
Meskipun jumlah murid di satu kelas tidak banyak, kursi dan meja yang disediakan bisa saja lebih sedikit. Misalnya, untuk kelas yang berisi 20 murid, maka kursi dan meja yang disediakan bisa saja cuma 10. Sisanya, anak bisa belajar beralaskan karpet dengan meja kecil yang ada didepan kelas, Jadi anak diberi kebebasan untuk memilih posisi tempat duduknya saat mengikuti pelajaran. Kesempatan memilih tempat duduk ini dilakukan secara bergilir.

Agar terpenuhi kenyamanan ruang geraknya, ukuran kelas pun, disesuaikan dengan kebutuhan. Paling tidak, satu anak membutuhkan ruang gerak seluas satu meter persegi. Jadi kalau muridnya ada 16, maka luas ideal kelas adalah 16 meter persegi.

Salah satu ciri sistem pendidikan alternatif adalah menggunakan sistem pengajaran dengan metode active learning . Salah satu jenis active learning yang tengah didengung-dengungkan belakangan ini adalah quantum learning. Metode pembelajaran ini mengupayakan pengelolaan kelas yang kondusif untuk menumbuhkan sikap positif dalam proses belajar. Salah satu syarat utama untuk menciptakan kelas yang kondusif ialah guru harus memperhatikan keunikan yang dimiliki setiap anak didik.

Dalam metode quantum diterapkan rumus AMBAK yang merupakan singkatan dari :

A : Apa yang dipelajari

Dalam pelajaran menggambar, misalnya, guru hanya menetapkan pelajaran menggambar, anak didiklah yang menentukan tema gambarnya sesuai minat masing-masing. Misalnya, mereka dibawa ke sebuah lapangan lalu dibiarkan menggambar hal-hal yang disukai.

M : Manfaat

Kadang guru lupa menjelaskan manfaat yang dipearoleh dari pelajaran yang diajarkan. Contohnya, pelajaran tentang fungsi serangga. Walaupun kecil, tanpa serangga, banyak kehidupan di alam ini bisa berhenti. Intinya guru harus memberi kemampuan memahami situasi yang sebenarnya (insight), sehingga murid tertantang untuk mempelajari semua hal dengan lebih mendalam.

BAK : Bagiku

Manfaat apa yang akan saya dapat di kemudian hari dengan mempelajari ini semua. Misalnya, pelajaran bahasa Mandarin bagi anak yang hidup di daerah pecinan akan sangat bermanfaat. Terlebih bila nantinya ia bercita-cita menjadi pelaku bisnis. Namun, Tidak begitu dengan anak-anak di Bali yang lebih memerlukan pelajaran seni tari dari pada bahasa Mandarin. Jadi, quantum lebih menekankan pada pembelajaran yang sarat makna dan sistem nilai yang bisa dikontribusikan kelak saat anak dewasa nanti.

Teknik pembelajaran quantum menggunakan teknik TANDUR, yakni :

T : Tumbuhkan minat belajar.
A : Aktifkan minat belajar.
N : Namai semua konsep pembelajaran.
D : Demontrasikan, dengan maksud supaya anak lebih memahami pelajaran.
U : Ulangi, semakin sering diulang maka semakin kuat pelajaran melekat dalam ingatan.
R : Rayakan, maksudnya apa yang sudah dipelajari anak ditunjukkan, sehingga orang lain juga tahu.

Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching, dikembangkan oleh seorang guru dalam pembelajaran. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.

Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi de Porter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik.

Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Persamaan Fisika Quantum yaitu :
E = mc2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Bila metode ini diterapkan, maka guru akan lebih mencintai dan lebih berhasil dalam memberikan materi serta lebih dicintai anak didik karena guru mengoptimalkan berbagai metode.
Apalagi dalam Quantum Teaching ada istilah ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan hantarlah dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajara dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Selain itu, ada beberapa prinsip Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
Lebih jauh, dunia pendidikan akan semakin maju ke depannya. Sebab, Quantum Teaching akan membantu siswa dalam menumbuhkan minat siswa untuk terus belajar dengan semangat. Apalagi Quantum Teaching juga sangat menekankan pada pentingnya bahasa tubuh. Seperti tersenyum, bahu tegak, kepala ke atas, mengadakan kontak mata dengan siswa dan lain-lain. Humor yang bertujuan agar KBM tidak membosankan.

Penutup
Pemaparan makalah ini memang tidak secara teknis pragmatis. Konsepsi-konsepsi alternatif solusi sistem pendidikan sebagai wahana untuk menutupi kekurangan sistem pendidikan konvensional masih dibutuhkan dalam kaitan membangun idealisme sistem pendidikan yang baik untuk kemajuan dan kecerdasan bangsa. Strategi kemudian perlu ditawarkan metode quantum teaching sebagai alternatif bentuk metode pembelajaran yang aktif dan menyenangkan anak didik. Tantangannya adalah bahwa masyarakat masih dalam posisi dinamis. Belum dapat ditemukan alternatif solusi yang tepat dan pasti sebagai rujukan sistem pendidikan nasional, karenanya wacana konsepsional dihadirkan di sini dalam rangka membangun idealitas sistem/metode pendidikan/pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang terus cenderung dinamis dan berkembang sampai saat ini.
Globalitas adalah realitas kekinian dengan berbagai kemungkinan perubahan Metode quantum teaching diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Pemanfaatan sains dan teknologi sebagai media pembelajaran juga dibutuhkan untuk mencapai tingkat kemajuan seiring dengan globalitas di dunia pendidikan. Pada tataran berikutnya adalah konsisten dalam membangun metode pembelajaran yang kreatif dan sistem pendidikan yang menyenangkan. Yang pada akhirnya dukungan dari berbagai pihak yang bersimpati di dunia pendidikan dapat menjadikan alternatif metode pembelajaran quantum teaching sebagai solusi di dunia pendidikan. Guru merupakan faktor penting untuk memberikan pemahaman pengetahuan dan penanaman nilai kepada peserta didik. Harapan yang dapat disampaikan adalah guru hendaknya dapat berperan sebagai fasilitator, observer dan desainer dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan dunia pendidikan.
Kepada para rekan guru, semangat berkembang merupakan jawaban yang solusif untuk menjadikan metode quantum teaching sebagai metode alternatif dalam pembelajaran di sekolah. Selamat bekerja ……….!
Nganjuk, 21 Januari 2008.

Daftar Rujukan

Universitas Negeri Malang (UM). 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Edisi
Keempat). Malang : Biro Administrasi Akademik, Perencanaan dan Sistem Informasi.

Nakita Cetakan Pertama. 2004. Panduan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : PT Sarana Kinasih Satya Sejati.

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2005. Jakarta : Tanpa Penerbit.

Bobbi DePorter, Mark Reardon, dan SarahSinger-Nourie. 2006. QuantumTeaching. Bandung : Penerbit Kaifa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar